E-KTP Seumur Hidup untuk Efisiensi Anggaran
Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan
Hubungan Antar Lembaga Kemendagri, Reydonnyzar Moenek mengatakan salah
satu urgensi pemberlakuan e-KTP seumur hidup untuk penghematan anggaran
negara.
”Iya itu awalnya kan masukan dari
KomisiIIDPR. Kami menyambut baik itu, setelahdihitung tim perumus ada
penghematan Rp4 triliun pertahun,” kata Reydonnyzarsaat dihubungi, Jumat
(21/6).
Pria yang disapa Donny ini menegaskan
selain soal penghematan, perubahan masa berlakue-KTP seumur hidup
inisebagai upaya penyederhanaan,sehingga masyarakat tidak perlu lagi
memperpanjangnya tiap lima tahun. “Penduduk Indonesia terus
bertambah,sehingga pemberlakuan e-KTP iniakan berdampak positif di masa
mendatang,” kata Rey.
Meski begitu, dia mengingatkan agar
pemerintah di daerah yang berwenang mengurusi e-KTP tidak
menjadilengah.Sebab, petugas yang diberi wewenang itu masih akan tetap
mengurusi penerbitan e-KTP terutama ketika warga negara mengalami
peristiwa atau perubahan status kependudukan. Seperti status pernikahan,
gelar pendidikan, atau perubahan domisili.
“Setiap ada perubahan statusharus
mengandung kebenaran tujuan, jangan ada penipuan karena itu pidana.
Misalnya mengubah status dari menikah menjadi tidak
menikahataupencantuman gelar pendidikan lebih tinggi. Sebab, saat
penerbitan e-KTP baru harus dilampirkan berkas resminya,sepertiijazah
atau buku/akta nikah saat mengurus perbaikan,” ujarnya mengingatkan.
Berkaitan dengan banyaknyae-KTP di
tangan masyarakat yang masih mencantumkan masa berlaku selama lima
tahun, kata Donny, tidak menjadi masalah.Nantinya, jika e-KTP ini
diberlakukan realisasinya tetap untuk seumur hidup. ”Masa berlakulima
tahunyang sudah tercantum itu bisa diabaikan,”katanya.
Dijelaskan dia, pemberlakuan e-KTP seumur hidup ini masih diwacanakan pemerintah bersama DPR saatmembahas revisi
UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (Adminduk). Ada dua pasal yang mengatur KTP
seumur hidup itu. ”Pada intinya dua pasal itu menekankan perlu dan
pentingnya diberlakukan seumur hidup.”
Hingga kini,Kemendagrimengaku sudah
melakukan rekam dan cetak lebih dari 175 juta e-KTPdi seluruh Indonesia.
Pemberlakuan e-KTP secara total berlaku mulai 1 Januari 2014. Seiring
dengan itu ditargetkan revisiPasal 63 dan Pasal 64UUAdminduk juga tuntas
untuk memperkuat landasan pemberlakuan e-KTP seumur hidup. ”Kami
optimistis itu bisa terealisasi,” katanya.
Dalam Pasal 64 ayat (4) huruf a UU
Adminduk menyebutkan masa berlaku KTP selama lima tahun. Sementara dalam
ayat (5)-nya disebutkan penduduk yang telah berusia 60 tahun diberi KTP
yang berlaku seumur hidup.
Terpisah, anggota DPR dari Fraksi Partai
Hanura, Rahman Halid sepakat mengenai rencana e-KTP seumur hidup.
Usulan tersebut didasarkan pada alasan efisiensi biaya pembuatan e-KTP
yang mahal.
‘’Untuk menghindari pemborosan biaya,
dari pengadaan alat, serta material e-KTP, kami mengusulkan peninjauan
ulang pasal 64 ayat (4) huruf a dalam UU No.23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan yang berbunyi ‘’masa berlaku E-KTP untuk WNI
adalah 5 (lima) tahun,’’ papar Rahman dalam pernyataan tertulisnya yang
diterimahukumonline.
Tiga muatan
Sementara Kepala Pusat Penerangan
(Kapuspen) Kemendagri, Restuardy Daud mengakuoptimis revisi UU Asminduk
itu bisa selesai dalam waktu singkat karenamaterimuatannya tidak banyak.
Ada tiga hal utama yang dibahas
pemerintah dengan DPR beberapa waktu lalu. Pertama tentang masa berlaku
e-KTP dari lima tahun menjadi seumur hidup, kecuali ada perubahan status
atau data kependudukan. “Kalauadaelemen data itu berubah dimungkinkan
untuk disesuaikan kembali,”kata Restuardy di kantornya.
Kedua, materi tindak lanjut
putusan MK yang
menghapus wewenang pengadilan mengeluarkan penetapan akta kelahiranyang
melewati satu tahun.Pengurusannnya dialihkan ke Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil(Dukcapil). ”Nah itu kan harus ada payung
hukumnya,” katanya.
Ketiga, penyesuaian ketentuan berupa
sanksi denda administrasibagi warga negara asing (WNA) yang terlambat
melaporkan peristiwa kependudukan(perubahan data kependudukan)di
Indonesia .
”Penerapannya itu kita mau sesuaikan.
Kalau dalam pengaturannya itu kan berbedaantara WNI dan WNA yang denda
sebesar maksimal Rp2 juta. Kalau pemerintah mengusulkan dendanya menjadi
sama dengan WNIsebesar maksimal Rp 1juta. Ini masih dibahas,” kata pria
akrab disapa Ardy ini.
Sementara Rahman Halid berpendapat UU
Adminduk belum bisa menjadi solusi atas masalah kependudukan yang
muncul. Beberapa masalah misalnya keberadaan KTP ganda, Akte Kelahiran
palsu, serta Kartu Keluarga (KK) palsu yang merupakan contoh kecil yang
menggambarkan buruknya sistem administrasi kependudukan di Indonesia.
Oleh karena itu, papar Rahman, Fraksi
Hanura mengusulkan perlunya pengaturan yang tegas mengenai sanksi hukum,
berupa pidana maupun administratif terhadap setiap individu yang
melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang dalam pembuatan
administrasi kependudukan.
“Sanksi ini harus jelas dan tegas,
terutama kepada para pelaksana atau petugas pelayanan administrasi
kependudukan yang melakukan penyalahgunaan wenenang,’’ tegas Rahman